Pisahkan Dwelling Time dengan Perizinan
Pelindo perlu menerapkan kebijakan pemisahan yang tegas antara proses perizinan dengan dwelling time atau waktu tunggu barang yang dibutuhkan mulai saat diturunkan dari sarana pengangkut hingga keluar dari sarana pelabuhan. Kebijakan ini dipandang dapat menghindari penumpukan barang di pelabuhan.
“Kalau saya cermati permasalahan penumpukan barang di pelabuhan 90 persen diantaranya adalah masalah perizinan dokumen, ada puluhan dokumen dan melibatkan lintas instansi. Ini yang bikin lama,” kata anggota Komisi VI Sartomo H di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (1/7/15).
Sementara itu Wakil Ketua Komisi VI Heri Gunawan meminta seluruh perizinan dilakukan sebelum proses dwelling time. Perizinan dilakukan secara online (inatrade, permohonan yang telah dilengkapi dengan persyaratan yang ditetapkan maka proses dan izin dapat diterbitkan paling lambat tiga hari kerja. Hal ini dapat dilakukan jauh hari sebelum barang sampai di pelabuhan.
Jika importir sudah melakukan pengurusan izin sebelum kapal sandar di pelabuhan, maka Kementerian Perdagangan dan instansi terkait lainnya tinggal melakukan pengecekan melalui sistem INSW yang target waktunya 2 sampai 4 hari, kecuali untuk barang-barang tertentu yang butuh pengawasan ekstra.
Target 4,7 hari dari pemerintah untuk proses dwelling time bisa tercapai, apabila importir telah melengkapi dokumen perizinan dari sejumlah instansi terkait sebelum kapal sandar di pelabuhan bongkar.
“Untuk memperlancar arus barang apabila barang yang masuk kedalam Terminal Peti kemas (Lini I) belum memiliki izin dari Kementerian/Lembaga, secepatnya dikeluarkan ke lokasi penimbunan sementara (Lini 2) sehingga tidak menjadi beban dwelling time,” tutur dia.
Pemerintah perlu mendorong importir untuk mengurus perizinan sebelum kapal sandar. Selama ini importir yang menyebabkan barangnya lama di TPS adalah karena baru mengurus perizinan dari beberapai instansi setelah kapal sandar di pelabuhan. (spy/iky)